Jumat, 16 Agustus 2013

Lebaran Tanpa Ayah - Event LeutikaPrio


Lebaran Tanpa Ayah

Malam itu telah datang
Membawa sejuta senyum dari surgaNya
Aku terlelap
Berharap jemari kekarmu meraihku

Airmata yang terus menghujam ketika hari kemenangan itu tiba. Aku merindukan sosoknya. Sosok yang ingin kutatap, kupeluk, bahkan aku ingin bermanja di atas pangkuannya, Ayah. Entah berapa kali lebaran, aku selalu bersama Ibu dan keluarga lainnya. Tak pernah kutemui Ayah di dalam kebahagian kami. Aku tersudut. Kadang aku merasa Allah tak adil dalam hidupku. Ah, lagi-lagi aku hanya remaja polos yang haus akan rasa sayang dari Ayah.

“Nak, kok malah melamun? Lihat tuh teman-temannya pada pergi takbiran,” teguran lembut Ibu membuyarkan lamunanku tentang Ayah. Ada panas yang menggantung di ujung kelopak mataku. Tidak! Aku tak ingin Ibu melihat kesedihanku.

“Bentar lagi, Bu. Lagian belum ada yang jemput kok,” sahutku berusaha tegar. Ya, hanya itu satu-satunya cara mengelabui Ibu.

Sepeninggal Ibu, aku melihat foto Ayah bersama Kakek. Benda hangat itu akhirnya keluar tanpa perintahku. Ayah, aku rindu kamu. Ya Allah, kutitipkan setetes rindu untuknya.
 
“Kalau belum pergi, sebaiknya zakat dulu. Nanti kamunya kelupaan,” suara Ibu di balik dapur mengingatkanku. Aku mengangguk meski Ibu tak melihatku.
Meski di luar masih hujan, kukeluarkan sepeda motor. Membawa bungkusan hitam yang berisi zakat. Tak peduli dingin yang terus menusuk tulangku, kuperlambat laju sepeda motor yang kubawa. Di depan rumah yang begitu sederhana, kumatikan sepeda motor. Mengetuk pelan pintu rumah tanpa alat penerangan seperti lainnya.

Hatiku terenyuh saat pemilik rumah membukakan pintunya. Aku melihat kebahagianku di sana. Keluarga lengkap. Ada Ayah, Ibu, anak-anak yang lucu. Ah, kapan aku seperti mereka? Kapan aku benar-benar memiliki sosok Ayah? Kapan aku…? Tak seharusnya aku selalu mempertanyakannya. Jawabannya sudah jelas di mataku. Aku tak akan bertemu dengannya, kecuali kematian mempertemukan kami.

“Masuk, Nak,” ucap perempuan setengah baya itu mengagetkanku.

Buru-buru kesembunyikan wajah iriku padanya. Bergegas membayar zakat, seperti apa yang kuniatkan tadi. Tanpa menunggu lama, aku pamit pulang. Aku takut perasaanku tak terkendali melihat kebahagian mereka.
Gerimis masih menikamku. Kuputar arah untuk menuju tempat yang kurasa paling nyaman untuk menyendiri.

Allaahu akbar.. Allaahu akbar.. Allaahu akbar.....
Laa - ilaaha - illallaahu wallaahu akbar
Allaahu akbar walillaahil – hamd

Gema takbir di mana-mana. Aku tertunduk lesu. Tak kuhiraukan hiruk pikuknya kota yang mulai ramai dipadati kendaraan bermotor. Tak peduli gerimis, semuanya larut dalam kemenangan dalam sebulan Ramadhan, kecuali aku.

*

“Bu, aku minta maaf lahir batin. Jika selama ini aku selalu menyusahkan Ibu, buat Ibu marah dan kecewa. Maaf juga Bu, aku belum bisa beri kebahagian seperti yang Ibu berikan padaku. Di bulan Syawal ini, aku ingin Ibu memaafkan semua kesalahanku,” sungkemku seusai pulang shalat Id.

Kurasakan tubuh Ibu bergetar. Aku tahu, pasti Ibu menangis. Ibu pasti sedih. Semua anak-anaknya merantau dan tak ada yang kembali, kecuali aku. Tanpa kusadari, Ibu memelukku. Airmatanya membasahi jilbab yang kukenakan. Dadaku sesak. Maafkan aku Ibu, yang selalu mempertanyakan Ayah. Aku tahu, aku anak yang egois, ucapku dalam hati.

Ibu melepaskan pelukannya. Tak ada satu katapun yang terucap. Matanya mengisyaratkan kebahagian dan kesedihannya yang begitu dalam. Entah apa itu. Aku sendiri tak tahu. Ibu beranjak dari duduknya. Aku melangkah ke dapur. Di sana sudah tersaji lontong sayur khas lebaran, ketupat, kue lebaran, dan masih banyak lainnya.

Aku duduk di daun jendela kamar. Menatap lekat foto yang ada digenggaman tanganku. Ayah, lebaran ini masih sama. Sepi. Sampai kapan hatiku terus menolak kepergianmu. Aku belum ikhlas. Ayah, kapan lebaran ini terasa lengkap dengan hadirmu? Apa setiap lebaran aku hanya bisa melihat fotomu? Melihat kebisuan yang ada. Ayah, lebaran akan selalu sepi, meski beribu akan jutaan kebahagian ada di sini. Ayah, aku merindukanmu


 “Tulisan ini diikutkan dalam Tjerita Hari Raya yang diselenggarakan oleh @leutikaprio.”