Ketika menunggu hari keberangkatanku untuk ikut Kemah Sastra Nasional. Aku memiliki target. Cerpenku harus dimuat di media nasional. Apapun itu. Dan Allah mendengar doaku. Tepatnya tanggal 2 Juni 2012 di Majalah Tabloid Gaul, cerpenku dimuat. Ini pertama kalinya cerpenku dimuat di majalah nasional. Senangnya ^_^
Ini dia ceritanya buat teman yang belum sempat untuk membacanya. Semoga suka ^_^
Kamseupay Kena Batunya
Panas cukup menyengat ruangan
XII-IPA yang sedang asyik menikmati jam pelajaran kosong. Beberapa di antara
mereka ada yang asyik BBM-an, make-up dan ada juga yang menghabiskan waktu
tidurnya. Di sudut kelas terlihat beberapa cewek yang sangat antusias dengan
gosip terhangat mereka. Siapa lagi kalau bukan genk JDK (Jauh Dari Kamseupay)
yang terdiri dari tiga cewek centil Syifa, Vivie, dan Nessa.
"Eh, lo tau nggak. Katanya ada
anak pindahan. Cowok cakep banget. Pokoknya jauh deh dari kata kamseupay,"
celetuk Vivie dengan gaya chibinya.
"Sumpe lo!" Sahut Nessa
centil.
Vivie hanya menganggukkan kepala.
"Huuuss, diam deh lo pada.
Kita lihat aja besok. Kalau ucapan lo bener, bakal jadi target gue," Syifa
tersenyum sinis menatap Vivie dan Nessa.
Vivie dan Nessa hanya manyun. Kalau
Syifa udah nentukan mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Soalnya Syifa anak dari
salah satu konglomerat nomor satu di kotanya.
"Yuk, ke kantin. Gerah banget
nih di sini," ajak Syifa.
"Yuk," sahut Vivie dan Nessa
bersamaan.
Suasana kantin tidak pernah lepas
dari kata "sepi". Banyak siswa yang menghabiskan waktu kosong untuk
mengisi perut atau sekedar nongkrong. Melihat genk JBK memasuki kantin, banyak
mata tertuju pada mereka. Bukan karena kagum, tapi JDK sellau saja membuat onar
dan merendahkan siswa lainnya yang mereka anggap tidak selevel.
"Hei, lihat genk JBK udah pada
datang. Yuk, cabut aja dari sini," bisik Rama memperingatkan.
Belum sempat Rama, Fila, dan Rezky
meninggalkan meja, genk JBK terlebih dahulu menghalangi jalan mereka.
"Ih, kamseupay, mampu juga ya
lo makan di sini. Memang uang lo cukup buat bayar apa?" cibir Syifa.
"Lagian juga nih tempat nggak
pantes buat lo bertiga. Ntar bisa ketularan kamseupaynya," ejek Vivie
dengan tawanya.
"Eh, apa urusannya sih. Lagian
ini kantin juga nggak ada larangannya untuk siapa yang boleh makan di sini. Kok
pada usil sih," sahut Fila panas.
"Ihh, berani ya lo sama gue.
Lo nggak tau siapa gue!" Ujar Syifa dengan nada tinggi.
"Udah lha, Fil. Ngapain juga
diladenin. Ya, udah kita ke kelas aja. Dari pada ribet urusannya," ucap
Rama menenangkan.
Fila hanya mendengus kesal. Sering
kali Syifa dan genknya menjelekkan mereka di tempat umum. Mau melawan tidak
mungkin, bisa makin panjang urusannya.
Dengan malas Rama, Rezky, dan Fila meninggalkan kantin.
Bersamaan dengan itu, terdengar ejekan dari JBK yang dilontarkan untuk mereka.
"Dasar kamseupay. jauh-jauh
deh dari sini. Tempat lo pantesnya di pinggir jalan."
*
Rama menghempaskan tubuhnya di
kasur. Kejadian siang tadi cukup membuatnya kesal yang teramat. Kelakuan JDK
nggak bisa dibiarkan seperti ini. Rama sudah cukup sabar menahan semua emosi
yang kadang berkecamuk jika berhadapan dengan JBK, jika melawan otomatis
beasiswanya akan dicabut. Serba salah. Itu posisi yang paling tepat untuk
menggambarkan sosok Rama.
"Sampai kapan gue akan
ditindas kayak gini," pekik Rama kesal.
Rama menatap lekat langit-langit
kamar. Berharap akan menemukan keajaiban atau ide brilian untuk menghentikan
JDK. Semakin lama mata Rama semakin lelah, bukan ide yang hinggap malah kantuk
yang menyergapnya. Rama tidak ingin memaksa matanya, ia memilih merebahkan
badannya dan menikmati angin sepoi yang menemani tidurnya.
Belum sempat ia tertidur pulas handphone bergetar dengan nada dering
"Nirwana, Sudah Cukup Sudah". Dengan malas ia beranjak dari dari
kasur dengan sempoyongan. Tertera nama yang sudah sangat familiar, dengan
cekatan ia menekan tombol hijau.
"Halo."
"Iya, di mana."
"Oke, tunggu lima menit lagi.
Gue segera ke sana."
Rama langsung mematikan handphone. Berhambur ke kamar mandi.
Tidak perlu menunggu lama, Rama sudah siap dengan gaun putih. Rama terlihat
cantik dan jauh dari kata kamseupay seperti ucapan yang selalu dilontarkan oleh
JDK.
"Ma, Rama pergi dulu," ujar
Rama buru-buru.
"Hati-hati sayang," ucap
Mama.
*
"Sudah lama menunggu,"
sapa Rama lembut.
Orang yang Rama sapa menoleh.
memberikan senyuman manis sebagai balasan dari sapaan itu.
"Lo terlihat lebih
cantik."
Rama tersipu malu. Pipinya merona, baru
ini lelaki yang sudah menemaninya mengutakan sebuah pujian. Cukup aneh. Maklum
selama Rama bersamanya belum pernah lelaki itu terlihat lebih romantis dari
biasanya. Rama duduk di bangku taman kota. Gejolak hatinya tidak karuan,
perasaannya mulai tidak enak. Tapi, ia berusaha menepisnya agar lelaki di
sampingnya tidak menaruh curiga atau penasaran.
"Ram, ada sesuatu yang pengen gue
omongkan," ucapnya serius.
"Apa," jawab Rama
singkat.
Sejenak hening, tampaknya lelaki
itu mencoba mengatur kata-kata yang akan diucapkannya terlihat dari wajahnya
yang serius.
"Ada apa, katakan saja. Jangan
buat gue resah," ucap Rama gusar.
"Kita putus."
"Apa! Kamu becanda kan,"
ucap Rama terperanjat mendengar kata-katanya.
"Aku serius dan aku nggak
becanda," ucapnya datar.
Seperti kesambet halilintar di
siang bolong. Perasaanku hancur berkeping-keping membentuk serpihan. Aku
menampar pipiku menyakinkan bahwa ini hanya mimpi. Ternyata tidak, ini bukan mimpi.
Ini benar-benar nyata.
"Tapi, kenapa..."
Belum sempat Rama melanjutkan
ucapannya, dia langsung menyambar.
"Nggak ada tapi. Ini
keputusanku dan aku harap kamu bisa menerimanya," ujarnya meninggalkan
Rama dalam kebodohan.
Rama menghempaskan tubuhnya di
bangku taman. Dadanya seperti sesak menampung semua kata-kata yang baru ia
dengar. Hari ini benar-benar hari kesialannya. Setelah genk JDK
mempermalukannya dan teman-teman sekarang giliran pujaan hatinya memutuskanku
tanpa alasan yang jelas.
*
Pagi ini fajar terlihat cantik
dengan keceriannya. Tidak ada mendung atau tanda-tanda langit akan menangis,
hanya dirinya saja yang masih berada dalam biru sendu yang kelabu.
"Hai, Ram. Kok muka lo kusut
amat sih. Pasti tadi malam bergadang ya telpon-telponan sama si ayank,"
goda Rezky.
"Atau lo nggak bisa tidur
mikirin pelajaran Matematika dengan guru killer baru Pak Hadi," sambung
Fila.
Rama masih saja diam. Ia terus
berjalan menyelusuri lorong kelas dan mempercepat langkahnya agar segera sampai
di kelas.
"Buru-buru amat sih. Lo kenapa
Ram," tanya Fila penasaran.
Rama berhenti dan menoleh ke arah
temannya.
"Gue putus sama dia,"
jawab Rama singkat.
"Apa!" Seru Fila dan
Rezky bersamaan.
"Iya, kemaren tuh dia nelpon
gue. Terus ngajak ketemuan di taman kota. Ya, gue senang banget dia bisa
romantis kayak gitu, selama inikan dia dingin banget. Nggak taunya,,,"
ucap Rama terhenti.
"Sabar ya, Ram. Jangan terlalu
dipikirkan ntar lo-nya yang depresi," hibur Fila.
Rama hanya diam, ia melanjutkan
langkahnya. Belum lagi kakinya menginjakkan ke dalam kelas, genk JDK sudah
menghadangnya. Dengan tatapan sinis ia mulai melancarkan misinya, apalagi kalau
bukan cari masalah.
"Eh, udah datang ya. Kok
matanya sembab gitu ya. Atau jangan-jangan lo diputusin sama pacar lo ya,"
ucap Syifa sinis.
"Mungkin aja, Fa. Habisnya
pacarnya malu jalan sama dia yang kamseupay. Nggak level gitu. Kecuali kalau
pacarnya sama kasta sama dia," sambung Vivie.
"Hahahahahaha."
Syifa, Vivie, dan Nessa tertawa
puas melihat ekspresi Rama dan teman-temannya hanya diam tanpa ada perlawanan.
*
"Anak-anak perkenalkan teman
baru kalian di kelas ini. Namanya Dion. Ia pindahan dari sekolah SMA 103
Jakarta. Bapak harap kalian bisa menerimanya di sini," ujar Pak Hadi
dengan tampang sanggarnya.
"Wow, bener lo Vi. Ternyata
dia cakep juga ya. Gebetan abru gue nih," bisik Syifa pada temannya.
"Okelah, gue dukung lo. Asal
lo senang kami juga senang," balas Nessa.
Semua mata tertuju pada ketampanan
Dion, hanya Rama dan kedua temannya nggak sudah tidak asing lagi dengan wajah
itu. Dion adalah pacar Rama yang baru kemaren sore memutuskan hubungan
mereka.
"Eh, kok bisa si Dion kok
pindah ke sini ya. Lo tau nggak Ram," ucap Rezky lirih.
"Mana gue tau. Kemren dia cuma
ngomong putus aja. Nggak ada ngomong mau pake acara pindah segala," balas
Rama.
*
Sudah sebulan lebih Dion berada di
sekolah barunya. Ia selalu menghindar ketika Rama mencoba mendekatinya. Ini
yang selalu membuat Rama heran. Padahal ia hanya ingin mennyanyakan alasan
mereka putus. Di taman belakang Dion tampak asyik dengan bukunya. Syifa dan
genknya menghampiri dengan senyum manis yang dibuat-buat.
"Hai, Dion," sapa Syifa
centil. Sementara Vivie dan Nessa masih asyik dengan kesibukan masing-masing
alias dandan.
"Hai."
"Kok sendirian aja sih di
sini. Nggak takut apa kalau lo kesambet," ucap Syifa.
"Nggak."
Syifa merasa mati gaya dihadapan
Dion. Setiap pertanyaan Syifa selalu saja dijawab dengan singkat, padat, dan
jelas. Alhasil Syifa merasa tidak sabar ingin mengungkapkan semua yang ada di pikirannya.
Tanpa ba-bi-bu ia menarik Dion menuju kantin sekolah. Dion yang kaget tidak
sempat bereaksi apapun Sampai di kantin Syifa langsung menyuruh Dion duduk dan
mulai melancarkan aksinya.
"Perhatian buat semuanya. Di
sini gue pengen umumkan kalau gue suka sama Dion dan pengen dia jadi pacar
gue!" Seru Syifa hingga menarik perhatian semua yang ada, termasuk Rama
dan temannya.
Dengan tenang Dion bangkit dan
merapikan seragamnya.
"Makasih, Syifa yang cantik
dan paling anti sama kamseupay. Tapi, maaf gue nggak bisa terima lo karena kita
beda kasta," ucap Dion tanpa diduga Syifa.
"Maksud lo!"
"Maksud gue ya gue nggak mau
jadi pacar lo. Karena gue udah punya pacar yang lebih selevel sama gue. Namanya
Ramayani," tukas Dion dengan senyum.
Rama bengong. Dia sama sekali tidak
mengerti maksud Dion. Waktu itu putus sepihak dan sekarang bilang kalau dia
pacarnya. Dion menghampiri Rama.
"Maafin gue ya Ram. Waktu itu
gue sengaja bohongin lo. Habisnya gue nggak tega denger lo yang sering diejek
sama dia. Ini semua rencana gue sama teman lo," jelasnya.
"Jadi..."
"Iya, Ram kami berdua yang kasih
tau Dion. Biar Dyifa dan genknya itu kena batunya. Ya, biar nggak sering bilang
lo dan kita kamseupay,” terang Rezky.
Syifa yang merasa malu bukan
kepalang segera berlalu dari kantin. Ia benar-benar dipermalukan oleh dirinya
sendiri. Tanpa komandon dua pengikutnya mengikut dari belakang. Samar-samar
Syifa mendengar olokan yang ditujukan pada dirinya.
"Masak kamseupay makan kamseupay. Nggak level
tauuuu."
Silakan tinggalkan kripik dan saran utnuk lebih membuat saya semangat menulis ^_^ Hihihihihi