Senin, 23 Juli 2012

Cerpen, "Kamseupay Kena Batunya", Tabloid GAUL, 2 Juni 20212

Bukan Hanya Impian

Ketika menunggu hari keberangkatanku untuk ikut Kemah Sastra Nasional. Aku memiliki target. Cerpenku harus dimuat di media nasional. Apapun itu. Dan Allah mendengar doaku. Tepatnya tanggal 2 Juni 2012 di Majalah Tabloid Gaul, cerpenku dimuat. Ini pertama kalinya cerpenku dimuat di majalah nasional. Senangnya ^_^

Ini dia ceritanya buat teman yang belum sempat untuk membacanya. Semoga suka ^_^


Kamseupay Kena Batunya

Panas cukup menyengat ruangan XII-IPA yang sedang asyik menikmati jam pelajaran kosong. Beberapa di antara mereka ada yang asyik BBM-an, make-up dan ada juga yang menghabiskan waktu tidurnya. Di sudut kelas terlihat beberapa cewek yang sangat antusias dengan gosip terhangat mereka. Siapa lagi kalau bukan genk JDK (Jauh Dari Kamseupay) yang terdiri dari tiga cewek centil Syifa, Vivie, dan Nessa.

"Eh, lo tau nggak. Katanya ada anak pindahan. Cowok cakep banget. Pokoknya jauh deh dari kata kamseupay," celetuk Vivie dengan gaya chibinya.

"Sumpe lo!" Sahut Nessa centil.

Vivie hanya menganggukkan kepala.

"Huuuss, diam deh lo pada. Kita lihat aja besok. Kalau ucapan lo bener, bakal jadi target gue," Syifa tersenyum sinis menatap Vivie dan Nessa.

Vivie dan Nessa hanya manyun. Kalau Syifa udah nentukan mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Soalnya Syifa anak dari salah satu konglomerat nomor satu di kotanya.

"Yuk, ke kantin. Gerah banget nih di sini," ajak Syifa.

"Yuk," sahut Vivie dan Nessa bersamaan.

Suasana kantin tidak pernah lepas dari kata "sepi". Banyak siswa yang menghabiskan waktu kosong untuk mengisi perut atau sekedar nongkrong. Melihat genk JBK memasuki kantin, banyak mata tertuju pada mereka. Bukan karena kagum, tapi JDK sellau saja membuat onar dan merendahkan siswa lainnya yang mereka anggap tidak selevel.

"Hei, lihat genk JBK udah pada datang. Yuk, cabut aja dari sini," bisik Rama memperingatkan.

Belum sempat Rama, Fila, dan Rezky meninggalkan meja, genk JBK terlebih dahulu menghalangi jalan mereka.

"Ih, kamseupay, mampu juga ya lo makan di sini. Memang uang lo cukup buat bayar apa?" cibir Syifa.
"Lagian juga nih tempat nggak pantes buat lo bertiga. Ntar bisa ketularan kamseupaynya," ejek Vivie dengan tawanya.

"Eh, apa urusannya sih. Lagian ini kantin juga nggak ada larangannya untuk siapa yang boleh makan di sini. Kok pada usil sih," sahut Fila panas.

"Ihh, berani ya lo sama gue. Lo nggak tau siapa gue!" Ujar Syifa dengan nada tinggi.

"Udah lha, Fil. Ngapain juga diladenin. Ya, udah kita ke kelas aja. Dari pada ribet urusannya," ucap Rama menenangkan.

Fila hanya mendengus kesal. Sering kali Syifa dan genknya menjelekkan mereka di tempat umum. Mau melawan tidak mungkin, bisa makin panjang urusannya.
Dengan malas Rama, Rezky, dan Fila meninggalkan kantin. Bersamaan dengan itu, terdengar ejekan dari JBK yang dilontarkan untuk mereka.

"Dasar kamseupay. jauh-jauh deh dari sini. Tempat lo pantesnya di pinggir jalan."

*
Rama menghempaskan tubuhnya di kasur. Kejadian siang tadi cukup membuatnya kesal yang teramat. Kelakuan JDK nggak bisa dibiarkan seperti ini. Rama sudah cukup sabar menahan semua emosi yang kadang berkecamuk jika berhadapan dengan JBK, jika melawan otomatis beasiswanya akan dicabut. Serba salah. Itu posisi yang paling tepat untuk menggambarkan sosok Rama. 

"Sampai kapan gue akan ditindas kayak gini," pekik Rama kesal.

Rama menatap lekat langit-langit kamar. Berharap akan menemukan keajaiban atau ide brilian untuk menghentikan JDK. Semakin lama mata Rama semakin lelah, bukan ide yang hinggap malah kantuk yang menyergapnya. Rama tidak ingin memaksa matanya, ia memilih merebahkan badannya dan menikmati angin sepoi yang menemani tidurnya.

Belum sempat ia tertidur pulas handphone bergetar dengan nada dering "Nirwana, Sudah Cukup Sudah". Dengan malas ia beranjak dari dari kasur dengan sempoyongan. Tertera nama yang sudah sangat familiar, dengan cekatan ia menekan tombol hijau. 

"Halo."

"Iya, di mana."

"Oke, tunggu lima menit lagi. Gue segera ke sana." 

Rama langsung mematikan handphone. Berhambur ke kamar mandi. Tidak perlu menunggu lama, Rama sudah siap dengan gaun putih. Rama terlihat cantik dan jauh dari kata kamseupay seperti ucapan yang selalu dilontarkan oleh JDK.

"Ma, Rama pergi dulu," ujar Rama buru-buru.

"Hati-hati sayang," ucap Mama.

*

"Sudah lama menunggu," sapa Rama lembut.

Orang yang Rama sapa menoleh. memberikan senyuman manis sebagai balasan dari sapaan itu.

"Lo terlihat lebih cantik."

Rama tersipu malu. Pipinya merona, baru ini lelaki yang sudah menemaninya mengutakan sebuah pujian. Cukup aneh. Maklum selama Rama bersamanya belum pernah lelaki itu terlihat lebih romantis dari biasanya. Rama duduk di bangku taman kota. Gejolak hatinya tidak karuan, perasaannya mulai tidak enak. Tapi, ia berusaha menepisnya agar lelaki di sampingnya tidak menaruh curiga atau penasaran.

"Ram, ada sesuatu yang pengen gue omongkan," ucapnya serius.

"Apa," jawab Rama singkat.

Sejenak hening, tampaknya lelaki itu mencoba mengatur kata-kata yang akan diucapkannya terlihat dari wajahnya yang serius.

"Ada apa, katakan saja. Jangan buat gue resah," ucap Rama gusar.

"Kita putus."

"Apa! Kamu becanda kan," ucap Rama terperanjat mendengar kata-katanya.

"Aku serius dan aku nggak becanda," ucapnya datar.

Seperti kesambet halilintar di siang bolong. Perasaanku hancur berkeping-keping membentuk serpihan. Aku menampar pipiku menyakinkan bahwa ini hanya mimpi. Ternyata tidak, ini bukan mimpi. Ini benar-benar nyata.

"Tapi, kenapa..."

Belum sempat Rama melanjutkan ucapannya, dia langsung menyambar.

"Nggak ada tapi. Ini keputusanku dan aku harap kamu bisa menerimanya," ujarnya meninggalkan Rama dalam kebodohan.

Rama menghempaskan tubuhnya di bangku taman. Dadanya seperti sesak menampung semua kata-kata yang baru ia dengar. Hari ini benar-benar hari kesialannya. Setelah genk JDK mempermalukannya dan teman-teman sekarang giliran pujaan hatinya memutuskanku tanpa alasan yang jelas.

*

Pagi ini fajar terlihat cantik dengan keceriannya. Tidak ada mendung atau tanda-tanda langit akan menangis, hanya dirinya saja yang masih berada dalam biru sendu yang kelabu.

"Hai, Ram. Kok muka lo kusut amat sih. Pasti tadi malam bergadang ya telpon-telponan sama si ayank," goda Rezky.

"Atau lo nggak bisa tidur mikirin pelajaran Matematika dengan guru killer baru Pak Hadi," sambung Fila.

Rama masih saja diam. Ia terus berjalan menyelusuri lorong kelas dan mempercepat langkahnya agar segera sampai di kelas.

"Buru-buru amat sih. Lo kenapa Ram," tanya Fila penasaran.

Rama berhenti dan menoleh ke arah temannya.

"Gue putus sama dia," jawab Rama singkat.

"Apa!" Seru Fila dan Rezky bersamaan.

"Iya, kemaren tuh dia nelpon gue. Terus ngajak ketemuan di taman kota. Ya, gue senang banget dia bisa romantis kayak gitu, selama inikan dia dingin banget. Nggak taunya,,," ucap Rama terhenti.

"Sabar ya, Ram. Jangan terlalu dipikirkan ntar lo-nya yang depresi," hibur Fila.

Rama hanya diam, ia melanjutkan langkahnya. Belum lagi kakinya menginjakkan ke dalam kelas, genk JDK sudah menghadangnya. Dengan tatapan sinis ia mulai melancarkan misinya, apalagi kalau bukan cari masalah.

"Eh, udah datang ya. Kok matanya sembab gitu ya. Atau jangan-jangan lo diputusin sama pacar lo ya," ucap Syifa sinis.

"Mungkin aja, Fa. Habisnya pacarnya malu jalan sama dia yang kamseupay. Nggak level gitu. Kecuali kalau pacarnya sama kasta sama dia," sambung Vivie.

"Hahahahahaha."

Syifa, Vivie, dan Nessa tertawa puas melihat ekspresi Rama dan teman-temannya hanya diam tanpa ada perlawanan.

*
"Anak-anak perkenalkan teman baru kalian di kelas ini. Namanya Dion. Ia pindahan dari sekolah SMA 103 Jakarta. Bapak harap kalian bisa menerimanya di sini," ujar Pak Hadi dengan tampang sanggarnya.

"Wow, bener lo Vi. Ternyata dia cakep juga ya. Gebetan abru gue nih," bisik Syifa pada temannya.

"Okelah, gue dukung lo. Asal lo senang kami juga senang," balas Nessa.

Semua mata tertuju pada ketampanan Dion, hanya Rama dan kedua temannya nggak sudah tidak asing lagi dengan wajah itu. Dion adalah pacar Rama yang baru kemaren sore memutuskan hubungan mereka. 
"Eh, kok bisa si Dion kok pindah ke sini ya. Lo tau nggak Ram," ucap Rezky lirih.

"Mana gue tau. Kemren dia cuma ngomong putus aja. Nggak ada ngomong mau pake acara pindah segala," balas Rama.

*
Sudah sebulan lebih Dion berada di sekolah barunya. Ia selalu menghindar ketika Rama mencoba mendekatinya. Ini yang selalu membuat Rama heran. Padahal ia hanya ingin mennyanyakan alasan mereka putus. Di taman belakang Dion tampak asyik dengan bukunya. Syifa dan genknya menghampiri dengan senyum manis yang dibuat-buat. 

"Hai, Dion," sapa Syifa centil. Sementara Vivie dan Nessa masih asyik dengan kesibukan masing-masing alias dandan.

"Hai."

"Kok sendirian aja sih di sini. Nggak takut apa kalau lo kesambet," ucap Syifa.

"Nggak."

Syifa merasa mati gaya dihadapan Dion. Setiap pertanyaan Syifa selalu saja dijawab dengan singkat, padat, dan jelas. Alhasil Syifa merasa tidak sabar ingin mengungkapkan semua yang ada di pikirannya. Tanpa ba-bi-bu ia menarik Dion menuju kantin sekolah. Dion yang kaget tidak sempat bereaksi apapun Sampai di kantin Syifa langsung menyuruh Dion duduk dan mulai melancarkan aksinya.

"Perhatian buat semuanya. Di sini gue pengen umumkan kalau gue suka sama Dion dan pengen dia jadi pacar gue!" Seru Syifa hingga menarik perhatian semua yang ada, termasuk Rama dan temannya.

Dengan tenang Dion bangkit dan merapikan seragamnya.

"Makasih, Syifa yang cantik dan paling anti sama kamseupay. Tapi, maaf gue nggak bisa terima lo karena kita beda kasta," ucap Dion tanpa diduga Syifa.

"Maksud lo!"

"Maksud gue ya gue nggak mau jadi pacar lo. Karena gue udah punya pacar yang lebih selevel sama gue. Namanya Ramayani," tukas Dion dengan senyum.

Rama bengong. Dia sama sekali tidak mengerti maksud Dion. Waktu itu putus sepihak dan sekarang bilang kalau dia pacarnya. Dion menghampiri Rama. 

"Maafin gue ya Ram. Waktu itu gue sengaja bohongin lo. Habisnya gue nggak tega denger lo yang sering diejek sama dia. Ini semua rencana gue sama teman lo," jelasnya.

"Jadi..."

"Iya, Ram kami berdua yang kasih tau Dion. Biar Dyifa dan genknya itu kena batunya. Ya, biar nggak sering bilang lo dan kita kamseupay,” terang Rezky.

Syifa yang merasa malu bukan kepalang segera berlalu dari kantin. Ia benar-benar dipermalukan oleh dirinya sendiri. Tanpa komandon dua pengikutnya mengikut dari belakang. Samar-samar Syifa mendengar olokan yang ditujukan pada dirinya.

"Masak kamseupay makan kamseupay. Nggak level tauuuu."


*END*

Silakan tinggalkan kripik dan saran utnuk lebih membuat saya semangat menulis ^_^ Hihihihihi





Tidak ada komentar:

Posting Komentar