Rabu, 27 Juni 2012

Rumah Terakhir

Rumah Terakhir

Sedih, airmata, dan penyesalan selalu datang ketika orang yang kita sayangi harus berpulang terlebih dahulu. Tak ada bedanya denganku. Bahkan aku tak mengenal sosok itu. Sosok yang seharusnya menemaniku berlari, bangun dari jatuh, dan berteriak lantang pada dunia.

Ya, sosok itu telah jauh pulang ke rumahNya saat aku masih suci. Belum pernah menyebut nama yang seharusnya kusebut "Ayah".

Kita pasti kembali pada rumahNya. Tapi tidak ada satupun yang tahu kapan itu tiba waktunya. Saat kita sedang tertawa bersama mereka. Atau saat kita sedang bernostalgia. Hanya amanat yang pernah diucapkannya yang membuat kita merasa terpukul dan sedih jika belum mewujudkannya.

Aku belajar dari wanita yang begitu tegar. Yang selalu senyum walau wajahnya melukis gurat kesedihan. Dia lebih merasa kehilangan sebagian nyawa dalam hidupnya. Airmatanya sudah terkuras habis, kata-katanya tersesat entah kemana, bahkan untuk sebuah jeritanpun sudah tidak ada lagi.

Aku tau yang kau rasakan teman. Merasa sangat kehilangan. Apalagi kesedihanmu tidak dapat kau luapkan dihadapannya karena jarak. Lantunkan doa padanya. Iringin kepergiannya dengan senyum bangga karena kau sudah mengenalnya. Aku percaya kau mampu berdiri pada hantaman ombak ini. Tersenyum, buatlah dia bangga padamu.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar